We had a talk with Daffa Andika – dalang dari Kolibri Rekords – 2 years ago, 2014. Vakum ARKA oleh karena berbagai macam sebab dan wacana tak terlaksana; alhasil gem ini syukron tertunda sampe sekarang. Apa motivasi awal lo saat membuat Kolibri Rekords? Sekitar tahun 2013, gua, beberapa teman, dan anak-anak bedchamber (bahkan sebelum ada band bedchamber) selalu ngerasa kalau ‘the-so-called-indie-scene’ di Jakarta sampe hari ini pelaku dan penggeraknya mostly adalah orang-orang yang sudah memulai sejak 10 bahkan 20 tahun yang lalu. Jadi indie scene 20 tahun yang lalu sampe sekarang ini pelaku-pelakunya masih sama, mungkin ada segelintir yang baru-baru tapi kayaknya sedikit atau masih belom banyak yang signifikan. Terus, arus utamanya di indie scene itu yang megang masih para senior, band-bandnnya masih itu-itu aja sejak 10 tahun yang lalu. Gua dan temen-temen ngerasa ada 2 penyebab; pertama, sebagai generasi yang lebih muda, mungkin kita gak sempet menikmati masa-masa dimana indie scene pertama kali muncul di tahun 90’an. Kita gak tau Pure Saturday dan Rumah Sakit itu awal-awalnya kayak gimana. Kita mengenal musik-musik kayak gitu lewat internet doang. Kita sebagai generasi muda, kalau nonton gig kita gak kenal siapa-siapa, jadinya gak punya kapasitas untuk menjadi siapa-siapa. Kita cuman berdiri, nonton, seru, sedangkan yang lain bisa moshing seru dan sambil ngeceng-cengengin. Kita sebagai generasi muda cuman diem dan ketawa aja karena gak tau apa-apa. Ibaratnya; itu bukan scene kita. Memang gak bisa dipungkiri kalo mereka itu yang lebih senior dan kita sebagai anak bawang gak bisa ikutan sotoy-sotoy. Lalu kita ngerasa kita harus bikin gig sendiri, kita harus jadi tuan rumah di gig kita sendiri. Kita pengen jadi orang yang moshing di gig, yang bisa ‘ngata-ngatain’ band di gig kita. Kita udah gak mau cuman nonton di gig doang dan ada jarak dengan si ‘band’nya hanya karena dia idola kita atau lebih senior. Sedangkan, kita pengennya kita punya circle sendiri yang kurang lebih seumuran, kita bisa lebih rileks dan santai, gak ada sungkan-sungkan. Kedua, karena pelaku-pelaku so-called-indie-scene ini adalah orang-orang lama, indie scene yang terbentuk selalu identik dengan musik-musik yang didengarkan mereka pada saat mereka remaja. Mau sebaru apa musik hari ini, selama pelakunya itu-itu aja, musik indie kita gak akan kemana-kemana. Selama ada yang baru pasti vibesnya balik ke musik 90’s terus Britpop. Kalo ada yang nge-rock sedikit pasti kayak psychedelic rock. Bukan berarti mereka jelek, tapi kita bisa lah menciptakan tren baru sendiri, kita bisa me-refresh sirkulasi musiknya. Jadi gak mandek disitu-situ aja. Kita generasi internet yang setiap hari dengerin musik-musik Amerika, Inggris yang keren-keren banget. Katakanlah kita gaul atau hipster, kita gak bisa nolak kalo ‘band-band hipster itu bagus’, maksudnya band-band di media kayak noisy itu kan bagus. Mungkin secara musikal kita bisa berada disitu, tapi kenapa kita gak bisa keren kayak band-band itu? Kenapa gak ada band-band kayak gitu disini? Kita harus bikin penyegaran, jadi kita start bikin band yang bermusik baru, yang mau dikata hipster apa kek, terserah. Tapi sayangnya, disini gak ada yang mainin musiknya. Akhirnya gue dan bedchamber (yang dulu belom ada) membentuk label untuk band gua, Ratta, Smita, dan Ariel akhirnya membentuk band bedchamber. Terus kita mikir mau kayak gimana nih musiknya? Dan musiknya seperti bedchamber sekarang. Terus kita mikir seru juga ya sebenernya kalo kita ngumpulin band-band dengan sound kayak ini. Gimana kalo kita bikin label, Kolibri Rekords ini untuk sound-sound yang masih jarang di band Indonesia, macam bedchamber gitulah. Hambatan apa dalam pembuatan Record Label sendiri? Kita masih meraba-meraba dalam pengerjaan label, bagaimana cara kerjanya. Apa tujuan kita adalah untuk bisnis? Kita masih dalam tahap ‘learning by doing’. Sejauh ini juga karena kita membayangkan yang mendengar musik-musik Kolibri adalah yang seumuran sama kita, jadi kita gak expect yang lebih tua untuk suka musik kita. Mungkin kalo suka, yaudah bersyukur, kalaupun enggak, kita gak kecewa. Kita gak menargetkan untuk disukain sama Sari White Shoes gitu, misalnya. Jadi kita fokus bikin scene yang isinya anak-anak SMA gitulah kasarnya. Kita tau generasi ini adalah generasi yang banyak terpengaruh internet dan pasti lebih familiar dengan musik seperti itu dibanding dengan musik yang tua-tua. Salah satu cara gua adalah dengan mencari talent-talentnya ada di Bandcamp, Soundcloud, dan YouTube. Kalaupun susah dan jarang pasti ada deh satu atau dua musik-musik kayak gitu dan nyatanya berhasil gua temukan yang seumuran. Dari awal Kolibri terbentuk gua udah menemukan beberapa band yang gua pikir ‘lucu juga nih kalo band-band seperti ini gua kumpulin pada label yang sama’, lalu gua bilang dengan 3 band ini kalo gua mau bikin label dan kita bikin sama-sama dan 3 band ini adalah 3 band pertama Kolibri Rekords (bedchamber, Gizpel, dan Omar). Gua bilang gua gak punya duit dan kita bisa patungan. Terus gua yakin kalo bisa rilis dan explosure segala macem. Jadi setiap band patungan. Kayak misalnya bedchamber nih mau rilis EP udah patungan dengan 2 band yang lain jadi duitnya muter. Terus nanti keuntungan bedchamber dipake untuk rilis band berikutnya jadi sebenernya mereka gak rugi. Mungkin dengan asas kekeluargaan, saling bantu, mengandalkan pertemanan banget, dan saling percaya. Apakah record label ini untuk senang-senang saja? Gua gak tau kalo yang lain tapi kalo untuk gua sendiri, band-band ini orientasi mereka bukan bisnis. Mereka gak menjadikan band untuk nyari duit, okelah dapet duit tapi bukan itu tujuan utamanya. Tapi untuk peluang, Kolibri itu bisa untuk menjadi bisnis walaupun gua juga gak begitu yakin akan mengarahkan kesana atau enggak. Potensi pasarnya itu besar, target market secara pasar kita pengen sebanyak-banyaknya. Tapi untuk yang kita bayangkan, ini potensial untuk kita jadikan bisnis. Pengen bikin ini, bikin itu, konser ini, konser itu. Gue udah banyak plan tapi gua gatau ini orientasinya akan bisnis atau enggak. Karena di satu sisi gua masih bikin gelombang baru re-generasi. Kalo misalnya gua sangat fokus ke bisnis, ini justru akan mematikan spiritnya, hal-hal yang sifatnya DIY, kekeluarga antara band semakin besar, nanti takutnya hilang kalau arahnya ke bisnis. Tapi kalo gak ke bisnis juga agak sayang, karena ada potensi. Gua bisa membayangkan, bukan takabur atau apa, tapi gua melihat bahwa bisa ada peluang yang besar yang lebih dari sekarang dan mungkin ditengah-tengahnya kali ya. Untuk merekrut band-band dalam Kolibri Rekords, apa aja yang dipertimbangkan? Gua melihatnya Kolibri akan sangat strict. Gua gak mau karena cuman sama temen terus gua rilis, tapi yang gua liat adalah musiknya. Mugkin gua gak bisa jelasin secara persis tapi gua dan teman-teman di Kolibri udah satu selera, udah ngerti banget. Kita tahu musik kayak apa aja yang kita ajak. Misalnya ada waktu itu band temen gua yang gak sejalan, kita udah kayak ‘gimana ya’, ini temen gua sih tapi bukan berarti kita mau bantu. Tapi Kolibri menargetkannya emang musik tertentu dan harus ketat supaya ga melenceng. Batasan kedua, gua mau yang segenerasi sama gua atau di bawah. Kalau ada yang lebih tua, bilang aja ‘sana, temen lo udah banyak’. Tapi untuk generasi kita, akomodir masih jarang, bahkan untuk men-trigger generasi kita untuk lebih unjuk gigi juga gak gampang. Misalnya, lo rekam suara di Soundcloud, lalu ada yang mikir mungkin anak ini berpotensi tapi karena anak ini masih muda jadi hanya sebatas Soundcloud. Terus karena ngeliat potensi itu, orang yang tertarik mau ngajak rekaman. Nah, contoh kasus kayak gitu tuh masih jarang. Gua berharap kedepannya gak cuman temen-temen aja, tapi siapa pun yang satu visi sama kita, arah musiknya sama, dan yang paling penting juga satu generasi bisa berkarya bareng. Yang gua liat, Kolibri Rekords itu gak cuman label musik tapi juga mewakili generasi tertentu. Apakah dengan banyaknya relasi lo dengan musisi-musisi itu menjadi peluang koneksi bagi Kolibri? Pasti bisa, tapi gue gak memanfaatkan itu. Ini disebabkan juga karena sebelumnya gua mencoba untuk menjadi reporter berbagai media, tapi lama-lama gua bosen sama nulis karena iklim jurnalisme musik Indonesia juga gak seru. Gitu-gitu aja, gak ada edukasi. Opini media cuman satu, dua. Yang megang media musik independen juga cuman satu dua lah. Terus gak ada alternatif-alternatif media lain dan gak ada orang yang membuat gua merasa tertantang. Yang bikin ‘gila tuh orang bisa bikin kayak gitu, kita juga harus bisa bikin kayak gitu juga’ itu dikit banget yang bisa bikin gua kayak gitu. Secara konten, gua udah mulai bosen akhirnya gua memulai bikin rekord label. Akhirnya, gua kenal band-band lain dan jurnalis-jurnalis lain. Tapi gua gak meminta mereka untuk men-support, tapi kalo didukung ya gua bersyukur aja. Untuk kedepannya, akan gimana nih Kolibri? Gua membayangkan semua dalam Kolibri dirilis secara fisik. Sekarang yang memungkinkan, CD. Mungkin kaset keren dan banyak yang koleksi, tapi untuk generasi gua lebih gampang CD. Gua pengennya sih nanti free download, tapi masih belom tau sih. Ada ketakutan dalam ekspetasi gak? Ada, ketakutannya itu respon dari scene tua-tua kayak ‘apaan sih nih’ yang udah pasti ada. Apalagi musik-musiknya yang ABG banget. Ya emang ABG sih, harusnya gua bisa cuekin aja. Kedua, ktakutan gua adalah penolakan dari sesepuh-sesepuh karena generasi-generasi kita dianggap gak mengapresiasi band-band. Generasi kita dianggap gak melihat bahwa label dan band adalah hal yang seru. Dinamika-dinamika indie scene, seperti gig, udah gak dilihat sebagai hal yang seru. Ketiga yang paling ditakutin, gua gak bisa lagi nyari siapa lagi band untuk Kolibri, stuck. Jangan sampe gua turunin standar gua karena gak ada band yang masuk dalam kriteria Kolibri. Gua mau dengan adanya band-band di Kolibri kayak bedchamber, Gizpel, dan Atsea membuat generasi kita pengen nge-band dan melihat ‘ada loh sekarang yang main musik kayak gini di Indonesia’ atau ‘kayak band-band favorit gua tuh di lastfm udah ada di Indonesia’. Gua takut banget kalo akhirnya gak ada yang bisa gua ajak lagi masuk dalam Kolibri karena generasinya abis. Tantangan terbesar bagi Kolibri adalah generasi gua dan generasi di bawah gua itu adalah generasi yang udah nyaman tinggal nikmatin. Mereka suka, mereka download, tapi yaudah tinggal nunggu aja tapi gak mencoba untuk bikin, tinggal nikmatin aja. Gua gak melihat adanya hasrat-hasrat besar kayak tahun 90-an, orang-orang tuh pada nge-band. Kalo sekarang nge-band tuh ‘masih aja nge-band bro?’ dan musiknya itu-itu lagi. Gua harus optimis sih tapi gua gak terlalu berharap. Kalo ternyata gua gak nemuin band kayak gini lagi gua gak kaget sih mungkin emang cuman sampe segini doang. Yang gua harapkan gua bisa men-trigger temen-temen gua, temen-temen generasi gua untuk nge-band. Lo gak harus jago kayak band-band 90-an, mainin aja, rayakan musik yang kita punya sekarang ini. Tips untuk membat label sendiri? Kalo lo mau bikin label, lo harus tau motivasi lo. Lakukan dengan semaksimal mungkin. Bantu teman-teman di band lo untuk maju. Saat ada band yang percaya sama label lo, berarti mereka percaya sama lo. Sebagai label lo punya amanah untuk membantu band-band lo, jangan sampe saat band itu udah masuk dalam label lo malah jadi gak sukses. Semoga passion Daffa Andika dalam majuin scene musik lokal bisa benar-benar nular dan turun-temurun ke generasi-generasi homsap selanjutnya. Kudos, Kolibri Rekords!
0 Comments
Leave a Reply. |
Categories
All
|